Indonesian History

Indonesia is by far the largest nation in Southeast Asia and has the fourth-largest population in the world after the United States. Indonesian history and culture are especially relevant today as the island nation is an emerging power in the region with a dynamic new leader. It is a land of incredible diversity and unending paradoxes that has a long and rich history stretching back a thousand years and more.

1583. Una badaq—o rinoceronte indonesio—pace tranquilamente en la isla de Pawu. Cuando llega un galeón castellano, el animal es testigo de las relaciones entre colonizadores e indígenas y se convierte en moneda de cambio entre ellos. La llevan hasta Madrid, donde su vida correrá peligro si no consigue escapar de un destino sin sentido. A su alrededor, se teje una trama de intereses y corruptelas entre políticos sin escrúpulos, libertinos codiciosos y desertores imperiales justo cuando el mayor imperio de la cristiandad está entrando en decadencia.

This award-winning piece by NY Times best-selling author Wendy Goldman Rohm goes inside one of the world's biggest wine counterfeiting frauds. How a young, Indonesian Bacchus seduced the rich and powerful in the world's largest wine counterfeiting scheme. The author was on the scene in Hong Kong and elsewhere to report the Rudy Kurniawan story. This is a reprint of the author's original story that was first published in 2012.

Reog Ponorogo erat kaitannya dengan cerita perjuangan Raja Bantarangin (Raja Kelana Sewandana) untuk meminang Putri Songgolangit dari Kerajaan Kediri. Namun, proses peminangan tersebut penuh dengan tantangan, terutama karena permintaan dari Putri Songgolangit yang cukup sulit. Sang putri meminta Raja Kelana Sewandana menghadirkan arak-arakan yang megah dan belum pernah ada sebelumnya sebagai syarat pernikahan.

Negeri apa di seberang sungai sana? Penduduk desa Afghan setiap hari memandang ke "luar negeri" yang hanya selebar sungai jauhnya. Memandangi mobil-mobil melintas, tanpa pernah menikmati rasanya duduk dalam mobil. Mereka memandangi rumah-rumah cantik bak vila, sementara tinggal di dalam ruangan kumuh remang-remang yang terbuat dari batu dan lempung. Mereka memandangi gadis-gadis bercelana jins tertawa riang, sementara kaum perempuan mereka sendiri buta huruf dan tak bebas bepergian.